KABUPATEN TANGERANG,REDAKSI24.CO.ID – Penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di utara Tangerang diungkap tokoh masyarakat setempat.
Jika dirinci, pagar laut itu membentang di 3 desa Kecamatan Kronjo, 3 desa Kecamatan Kemiri, 4 desa Kecamatan Mauk, 1 desa masing-masing di Kecamatan Sukadiri, Pakuhaji, serta 2 desa di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten.
Tokoh Masyarakat Tangerang Utara, Mohamad Jembar mengatakan bahwa area atau lokasi pagar laut yang tengah ramai dibahas tersebut, dulunya merupakan tanah daratan yang dimanfaatkan masyarakat pesisir sebagai tambak dan lain-lain.
“Itu milik warga mungkin sudah di jual karena sekarang ada atas nama perorangan dan ada juga perusahan-perusahaan yang ada di desa kohod,” katanya.
Jembar menjelaskan, kemudian tanah daratan tersebut hilang akibat proses pengikisan tanah di daerah pesisir pantai yang disebabkan gelombang, arus, atau pasang surut laut (Abrasi). “Dulu hampir 1 kilometer sekian sampai sekarang sudah sekian puluh tahun , 30 atau 40 tahun kalau kita lihat sekarang hampir 3 sampa 4 Kilometer,” jelasnya.
Sebagai tokoh utara tangerang, Jembar meminta agar persoalan pagar laut ini jangan digiring liar dan merambat kemana-mana, khusunya di wilayah desa kohod. Lanjutnya, ia pun meminta agar seluruh pihak yang mempersoalkan hal ini untuk lebih bijak dalam menyikapinya.
“Saya secara pribadi orang utara sekaligus tokoh utara, saya ingin bagaimana kenyamanan di masyarakat tangerang utara ya kan,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menegaskan sebaiknya penyelesaian permasalahan pagar laut ini dipercayakan ke Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian ATR/BPN dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selaku pihak yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab penuh.
“Masalah ini mudah kok. Pemerintah pusat yang mengeluarkan ya sudah kementrian. Ada KKP dan ATR/BPN ya sudah berkonsolidasi mereka untuk memutuskan langkah-langkah apa yang harus di ambil kan itu selesai ,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Seksi Sengketa ATR/BPN Kabupaten Tangerang, Edi Dwi Daryono mengatakan penerbitan SHM di laut utara tersebut diproses lantaran adanya permohonan dari masyarakat.
Dia menyebut, ATR/BPN hanya mencatat dan mengolah data yang dimohonkan dan melibatkan unsur pemerintah setempat, seperti baik kepala desa dan camat dan yang lainnya. “Kita hanya administrasi aja,” terangnya.
Terkait polemik ini, ia menuturkan sejumlah aparatur mulai dari tim ukur termasuk Kepala Kantor ATR/BPN, tengah dimintai keterangan oleh pihak Kementerian ATR/BPN. Akan tetapi, Edi belum merinci proses pemeriksaan tersebut. “Namun, sesuai dengan statement menteri (ATR/BPN) apabila itu (sertifikat) belum ada 5 tahun, maka bisa dibatalkan oleh kementerian apabila tidak sesuai dengan ketentuan,” kata dia.
(Der)