REDAKSI24.COM- Guna meningkatkan kapasitas dan peran dalam pembangunan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang Selatan mengelar workshop Bimbingan Teknik (Bimtek) dengan Universitas Trisakti terkait Implementasi Undang- Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah dan Rancangan Perubahan PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD di Grand Whiz Point Jakarta, Kamis-Sabtu (15/12/2022).
Dalam kesempatan tersebut, hadir pemateri dari Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Bpk. Sutarto S.E, M.A.P, Guru Besar Insitut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof.M.Ryaas Rasyid MA.Ph.D dan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang Selatan Silpia Rosalina SH.MH.
Ketua DPRD Kota Tangerang Selatan Abdul Rasyid mengatakan bahwa pelaksanaan Bimbingan Teknis ini adalah maklumat dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan anggota DPRD mempunyai hak mengikuti pendalaman tugas dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
“Bimtek juga berguna untuk memaksimalkan keterampilan dan meningkatkan kinerja yang berkompeten, profesional dan bekerja sepenuh hati dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat,” katanya.
Abdul Rasyid menambahkan, bimtek ini sangat penting agar anggota legislatif terhindar dari persoalan-persoalan hukum dan korupsi. Lanjut Abdul Rasyid, DPRD Kota Tangerang Selatan berkomitmen mewujudkan praktik pemerintahan di Kota Tangerang Selatan yang bersih dan transparan sehingga bebas dari korupsi.
“Kami DPRD sangat konsen, terutama terkait upaya mewujudkan praktik pengelolaan keuangan daerah yang kredibel, transparan, serta bebas dari praktik korupsi,” ujarnya.
Guru Besar Insitut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof. M.Ryaas Rasyid, MA, Ph.D mengatakan, fenemona maraknya kasus korupsi yang merajalela di Indonesia merupakan wujud nyata bahwa para pengelola dan penyelenggara negara sadar atau tidak sadar telah mengesampingkan etika dan moral dalam mengelola dan menjalankan pemerintahan.
“Padahal, sebagaimana tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar (UUD) 45, etika dan moral menjadi kunci vital berdirinya negara ini. Negara Republik Indonesia didirikan atas dasar kesepakatan dan komitmen etis,” ujarnya.
Ryaas menekankan, korupsi itu pada dasarnya adalah persoalan moral bukan melulu masalah hukum. Korupsi juga merupakan refleksi dari sistem administrasi yang sakit. Maka untuk menghentikan korupsi tidak bisa hanya dengan menangkap orang orang pakai hukum pidana saja.
“Tidak cukup dengan itu. Anda bisa mencegah korupsi itu dengan pendidikan moral dengan kesadaran moral yang kuat. Bersamaan dengan itu sistem administrasi harus dibangun agar tidak memberi peluang bagi terjadinya penyimpangan dan manipulasi. Di atas komitmen moral dan tertib administrasi itu anda tidak akan mau atau berpeluang untuk korupsi walau seandainya undang-undang dihapus. Karena anda punya moral etika, yang akan mencegah anda dari perbuatan yang merugikan Negara dan kepentingan orang banyak,” ungkapnya.
Prof Ryaas menjelaskan, pertanggung jawaban politik juga bisa dimaknai sebagai rujukan inspiratif bagi calon-calon pemimpin generasi berikutnya. Mereka bisa belajar tentang sukses dan gagal secara objektif.
Menurutnya, pemimpin pemerintahan yang sukses seringkali dijadikan role model oleh generasi muda. Pemimpin pemerintahan yang gagal dijadikan acuan pembelajaran, juga baik untuk dipelajari demi menghindari terulangnya kegagalan yang sama.
Prestasi atau kegagalan disebut warisan atau legacy dari seorang pemimpin jika apa yang diwariskannya itu membekas dan berpengaruh positif atau negatif pada kondisi negara dan rakyat secara signifikan.
“Legacy yang positif itu terlihat misalnya pada penguatan nasionalisme, perbaikan kesejahteraan rakyat, kemajuan teknologi, harmoni sosial, displin masyarakat, ketaatan hukum, berkurangnya korupsi, menguatnya demokrasi, penegakan HAM, penghapusan hukuman mati, menurunnya kriminalitas dan prestasi lainnya yang membekas dalam benak masyarakat,” ucap Prof Ryass.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang Selatan Silpia Rosalina SH.MH selaku narasumber dalam workshop Bimbingan Teknik (Bimtek) memberikan pemaparan penerangan hukum terkait penanganan serta pencegahan tindak pidana Korupsi dan juga tupoksi Kejaksaan.
Dalam pemaparannya, Kejari Tangsel menyampaikan bahwa upaya pencegahan tindak pidana korupsi guna mendukung tercapainya Good Governance perlu dilaksanakan revolusi mental atau perubahan dalam cara pikir, budaya dan tingkah laku.
“Workshop seperti hari ini merupakan kegiatan yang sangat strategis bagi kita sebagai tindakan preventif guna meminimalisasi permasalahan yang berpotensi menghambat terwujudnya good governance sekaligus dalam rangka penguatan kolaborasi dan sinergi Pemerintah Daerah dalam hal ini DPRD dan Kejaksaan,” katanya.
Kejari Tangsel menjelaskan, bahwa Kejaksaan juga mempunyai fungsi sebagai Jaksa Pengacara Negara dimana kita membela pemerintahan apabila ada permasalahan-permasalahan hukum perdata dan tata usaha negara.
“Kejaksaan Negeri Tangsel selalu siap melakukan pendampingan apabila masih ada keraguan dalam suatu kegiatan pada pemerintahan sehingga dapat menghindari perbuatan yang dapat melawan hukum karena Kejaksaan lebih mengutamakan pencegahan tindakan yang melawan hukum,” jelasnya. (Adv)