Scroll untuk baca artikel
Umum

Terkait Keberadaan Tembok Pembatas PIK 2, DPMPTSP Kabupaten Tangerang : Tidak Ada Peraturan Yang Dilanggar 

Avatar photo
×

Terkait Keberadaan Tembok Pembatas PIK 2, DPMPTSP Kabupaten Tangerang : Tidak Ada Peraturan Yang Dilanggar 

Sebarkan artikel ini
Terkait Keberadaan Tembok Pembatas PIK 2, DPMPTSP Kabupaten Tangerang : Tidak Ada Peraturan Yang Dilanggar 

KABUPATEN TANGERANG,REDAKSI24.CO.ID–Tembok pembatas di Pantai Indah Kosambi(PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, tengah jadi perbincangan banyak pihak. Isu miring terkait keberadaan tembok pembatas yang terdapat di 3 desa yakni Desa Salembaran, Desa Lemo, dan Desa Muara bermunculan bahkan dituduh telah melanggar HAM karena memutus akses warga dan menyebabkan banyak warga kehilangan pekerjaan. Lalu jika dilihat secara aspek hukum, benarkah telah terjadi pelanggaran terkait pembuatan tembok pembatas antara wilayah perumahan dan perkampungan tersebut?.

Kasi Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tangerang, Hendra menjelaskan, dirinya hingga saat ini tidak melihat ada pelanggaran jika pengembang perumahan di Kabupaten Tangerang termasuk PIK 2  jika ingin membangun tembok pembatas. Selain sebagai pembatas antar wilayah, adanya pagar juga tentunya berfungsi sebagai sarana keamanan bagi penghuni perumahan di dalamnya.

Advertising
Scroll kebawah untuk Baca Berita

BACA JUGA: Kunjungi PIK 2, Zaki Tunjukkan Pengelolaan Pesisir ke Delegasi PNLG

“Saya pikir sangat wajar jika pengembang perumahan khususnya yang berbentuk klaster yang menerapkan sistem one gate (satu akses masuk) dengan membangun tembok yang mengelilingi perumahan yang dibangunnya. Karena masyarakat membeli properti pastinya menginginkan kenyamanan dan keamanan makanya mereka rela mengeluarkan dana hingga miliaran rupiah,” jelas Hendra.

BACA JUGA: Menilik Mewahnya Klub Janapada Seharga Rp.77 Miliar Yang Dibangun Paramount Land di Gading Serpong

Terkait aturan ketinggian tembok yang diperbolehkan untuk dibangun menurut Hendra hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Tangerang belum menerapkan aturan khusus. Selama tembok itu berdiri di wilayahnya sendiri maka setiap pengembang boleh membangun tembok dengan memperhatikan aspek kebutuhan dan keamanannya.

BACA JUGA: Rapat Paripurna DPRD Sepakati APBD Perubahan 2023 Kabupaten Tangerang Rp8,1 Triliun

“Pemerintah pusat menyerahkan aturan pembangunan tembok pembatas kepada tiap daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Dan di Kabupaten Tangerang hingga saat ini belum ada aturan khusus yang mengatur terkait pembangunan tembok pembatas perumahan. ” jelas Hendra.

Kepala Desa Lemo, Satria mengaku menyayangkan terkait adanya isu tembok yang menghalangi perekonomian warganya terlebih jika ada yang menggiring opini jika keberadaan tembok tersebut dianggap telah melanggar HAM. Menurut Satria sebagai Kepala Desa (Kades) hingga saat ini dirinya bahkan belum menerima keluhan dari warganya terkait keberadaan tembok PIK 2 yang berada di wilayahnya.

“Kalau menurut saya, jika tembok itu tinggi, ya terus kenapa, bukankah itu hal yang wajar, karena lahan di tempat tembok itu berdiri merupakan lahannya pengembang yang dibangun dalam rangka memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para penghuninya,” jelas Satria

Satria juga membantah jika keberadaan tembok yang dibangun di PIK 2 tersebut bisa membuat warganya kehilangan pekerjaan. Justru menurut Satria dengan adanya pembangunan PIK 2 tersebut membuat perekonomian warganya meningkat karena banyak tenaga kerja yang terserap.

“90 persen warga saya yang tadinya nelayan kini banyak yang beralih pekerjaan di berbagai sektor yang tersedia di PIK mulai dari Satpam, pelayan restoran bekerja jadi tukang bangunan  hingga berbagai pekerjaan lainnya sesuai kemampuan yang dimilikinya,” jelas Satria.

Sementara itu salah seorang Ketua RW di Desa Lemo,  Buang Jamalulayel (45) mengaku tidak terganggu dengan keberadaan tembok PIK 2 tersebut. Terlebih saat ini dirinya serta warga lainnya telah sepakat dengan program relokasi yang ditawarkan PIK 2 

“Harapannya secepatnya relokasi ini berjalan dan pembayarannya pun cepat. Agar bisa dimanfaatkan untuk perekonomian, sekarang sih sudah sampai tahap pengukuran, kalau ganti rugi itu, untuk lahan atau tanah di barter, misalkan tanah saya 400 meter ya diganti sama pihak pengembang 400 meter juga, sedangkan untuk bangunannya atau rumah itu relatif tergantung dari bangunannya, dari 1 juta sampai 3 juta rupiah,” katanya.

Iya juga mengungkapkan dampak dari pembangunan yang dilakukan oleh pengembang selain dirinya tidak akan lagi mengalami kebanjiran yang sudah puluhan tahun dirasakan setiap datang musim penghujan, ia beserta keluarga pun sangat bersyukur, karena dirinya yang semula mencari nafkah sebagai nelayan kini dirinya untuk menafkahi keluarga  tak perlu lagi pergi ke laut, karena banyak pekerjaan yang bisa ia lakukan dan penghasilannya pun melebihi dari dirinya saat dulu sebagai nelayan.

“Kan yang kerja di pembangunan PIK ini tak hanya warga sini aja, ada juga warga luar dari kampung kami, saya melihat peluang disitu, dengan tabungan saya, saya pun berinisiatif membangun kontrakan, Alhamdulillah dapat 4 pintu, dan Alhamdulillah semuanya terisi oleh para pekerja yang bekerja di PIK, tak hanya itu, makan para pekerja yang ngontrak di kontrakan saya, saya juga sediakan jadi semacam catering gitu, ya Alhamdulillah lah penghasilannya. Selain itu, setahu saya ya, karena ini keluarga saya sendiri yang mengalami, adik kandung saya pun difasilitasi di dunia pendidikan oleh pengembang, jadi warga yang tak punya ijazah diakomodir oleh pihak pengembang untuk kejar paket,” jelas Buang. (Hendra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *