KOTA TANGERANG, REDAKSI24.CO.ID – Sidang perkara pidana penipuan robot trading PT SMI atau Net 89 senilai Rp 4,4 Triliun tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, Rabu (1/11/2023).
Sebelumnya, Bareskrim Polri menyerahkan 3 tersangka penipuan MLM Robot Trading PT SMI ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Rabu (30/8/2023) lalu.
Mereka dianggap melanggar Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 28 dan/atau Pasal 34 ayat 1 juncto Pasal 50 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian, Pasal 69 ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tindak Pidana Transfer Dana dan/atau Pasal 46 UU Nomor 10 Tahun 198 tentang Perbankan.
BACA JUGA: Soal Ricuh Pasar Kutabumi, Polresta Tangerang Ajak Damai, PMII: Proses Hukum Berlanjut
Sidang yang menghadirkan tiga terdakwa, yaitu Deddy Iwan, Ferdy Iwan dan Alwyn Aliwarga, Rabu (1/11/2023) itu, beragendakan mendengar keterangan saksi ahli hukum pidana, Prof Chairul Huda.
Diketahui, dua dari tiga terdakwa mengajukan esepsi mengenai putusan Praperadilan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Sedangkan satu terdakwa mengajukan esepsi biasa dalam perkara sidang penipuan robot trading.
Kepada Majelis Hakim PN Tangerang yang diketuai Arif Budi Cahyono, dan Hakim Anggota Fathul Mujib dan Achmad Irfir, Chairul menjelaskan, terkait SEMA Nomor 5 TAHUN 2021 UU kehakiman yang mengatur interkoneksi antara perkara Pra peradilan dengan pokok perkara.
Selain itu, menerangkan tentang kedudukan saksi dan kualitas keterangan saksi dalam kasus tersebut. Chairul berpendapat keterangan ratusan saksi bisa menjadi salah satu alat bukti pendukung dalam kasus ini.
BACA JUGA: Mantan Direktur Operasional Perumda Pasar NKR Tersangka Kerusuhan Pasar Kutabumi
Sebab, kata dia, proses dari pengujian keterangan saksi tersebut saat ini berada di ranah pengadilan pokok perkara.
“Pada dasarnya, berapapun banyaknya saksi dalam kasus ini hanya dinilai satu alat bukti. Problemnya ada pada proses pemeriksaan di peradilan,” katanya dalam persidangan.
“Yang sudah pasti alat bukti dengan ditambah alat bukti lain cukup menjadi dua alat bukti (penetapan tersangka),” tambahnya.
Chairul menilai melalui pemeriksaan peradilan pokok perkara, majelis hakim nantinya dapat menentukan kualitas dari saksi dimaksud. Dimana, kata dia, keterangan dari para saksi juga diperlukan sebagai bahan pertimbangan majelis hakim untuk memutuskan hukuman dari para terdakwa.
BACA JUGA: Status Bencana Darurat TPA Rawa Kucing Dihentikan, Petugas Tetap Lakukan Pendinginan
“Apakah saksi yang dihadirkan membuktikan terdakwa bersalah atau dikatakan lain. Inilah yang harus dinilai pokok perkaranya,” jelasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum para korban, Ferry Y Irawan dan Rachim syahputra kepada wartawan Kamis (2/11/2023) mengatakan, terkait saksi yang dianggap tidak berkualitas menjadi kewenangan majelis hakim.
Ia berharap putusan sela yang dibacakan pekan depan dapat menguntungkan para korban, sehingga sidang dapat berlanjut ke sidang peradilan pokok perkaranya.
“Kami berharap majelis hakim membatalkan esepsi kuasa hukum terdakwa,” harapnya.(Deri/Dif)