KABUPATEN TANGERANG, REDAKSI24.CO.ID – Lebih dari 5.000 kepala keluarga (KK) di Kecamatan Legok mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Tangerang, Banten. Mereka mengadukan status lahannya yang telah lama dikuasai Kodam Jaya.
Kuasa Hukum Warga, Agung pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau hearing dengan Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang, Kamis (20/7/2023) mengatakan, ada 400 hektar lahan milik ribuan warga yang dikuasai TNI Kodam Jaya.
Hektaran tanah milik ribuan kepala keluarga tersebut tersebar di empat desa Kecamatan Legok, di antaranya Desa Ranca Gong, Palasari, Kemuning dan Desa Serdang Wetan.
BACA JUGA: Lapor ke Dewan, Warga Pakuhaji Desak Satpol PP Bongkar Bangli di Bantaran Cisadane
“Kami bersama tim hukum sedang memperjuangkan agar lahan warga di Kecamatan Legok yang dikuasai Kodam Jaya bisa kembali kepada warga,” katanya.
Ia menjelaskan, sengketa lahan itu bermula setelah masa penjajahan Jepang berakhir bebrapa tahun silam. Saat itu, Kodam Jaya mendapatkan SK untuk mendistribusikan lahan di kawasan tersebut kepada warga setempat.
Namun, saat proses itu berjalan, program itu tiba-tiba terhenti karena adanya pemblokiran di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sehingga warga tidak bisa meningkatkan status lahannya itu menjadi sertifikat.
“Proses pendstribusian tiba-tiba terhenti pada Tahun 2020, ini yang dipertanyakan warga, ada apa?” imbuhnya.
BACA JUGA: SK Belum Turun, Ratusan CP3K Kabupaten Tangerang Curhat ke Dewan
Menanggapi itu, Kepala Kantor BPN Kabupaten Tangerang Joko Susanto yang turut hadir dalam hearing tersebut menyatakan, pihaknya tidak bisa memproses lahan warga menjadi sertifikat selama Kodam Jaya belum mencabut atau menganulir pemblokiran itu.
“Ya karena diblokir itu, kami gak bisa apa apa, kecuali Kodam Jaya mencabutnya,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang, Jayusman menegaskan, pihaknya masih menunggu surat asli Panglima Kodam Jaya yang diterbitkan pada tahun 1984 dan 1990 silam.
BACA JUGA: Cari Keadilan Atas Lahan 8,7 Hektar di PIK 2, Ahli Waris Mengadu Ke Menteri ATR/BPN
Surat tersebut, menurut Jayusman, agar pihaknya bisa mengetahui apakah kedua surat tersebut telah dicabut atau belum.
“Sebab pada 2018 Pangdam Jaya membuat surat lagi untuk pemblokiran, nanti kalau itu sudah jelas kami bisa menindaklanjutinya,” tandasnya.(Der/Dif)