TANGERANG,REDAKSI24.COM–Pemerhati Pendidikan, Sukardin menilai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi yang diterapkan pemerintah telah menjadi momok bagi siswa dan orangtua murid. Menurut kader Partai Gelora ini keberadaan sistem penerimaan siswa baru ini membuat banyak anak yang tidak bisa menempuh pendidikan di sekolah negeri karena adanya sistem zonasi.
“Berdasarkan pantauan kami di lapangan sistem zonasi ini telah merampas hak anak untuk belajar di sekolah Negeri. Dan, sejak diterapkannya sistem zonasi ini mayoritas orangtua murid yang berdomisili jauh dari lokasi sekolah kerap dihantui rasa cemas dan ketakutan, karena anaknya secara otomatis tidak bisa menikmati pendidikan di sekolah Negeri,” ungkap Sukardin, Senin (20/6/2022).
BACA JUGA: Kadindik Kota Tangerang Ancam Tindak Tegas Panitia Yang Langgar PPDB
Untuk itu Sukardin mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemendikbud) agar melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penerapan sistem PPDB zonasi tersebut karena penerapan sistem zonasi ini dinilai telah merampas hak anak untuk belajar di sekolah negeri.
Sukardin juga menilai Kemendikbud tampaknya tidak siap dalam menerapkan sistem zonasi tersebut. Karena selain jumlahnya masih sedikit, keberadaan sekolah negeri pun belum merata disetiap wilayah.
BACA JUGA: Dede Yusuf: Perlu Dikaji Perubahan Sistem Pendidikan Nasional
“Jumlah peserta didik baru tak sebanding dengan jumlah ruang belajar. Salah satu contohnya di wilayah Kabupaten Tangerang. Di daerah ini gedung sekolah SMA Negeri jumlahnya sangat minim, bayangkan satu kecamatan hanya satu SMA Negeri, sedangkan jumlah siswa yang mendaftar membludak,” katanya.
Sukardin menambahkan, dengan minimnya sarana dan prasarana pendidikan serta tingginya animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anak- anaknya di sekolah Negeri, maka dapat dipastikan akan membuka peluang para oknum untuk “bermain” dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
BACA JUGA: Meningkatkan Kemandirian Pengelolaan Pendidikan Pesantren
“Peluang itu bisa dimanfaatkan oleh para oknum untuk mencari keuntungan. Saya mendapatkan informasi di lapangan bahwa ada indikasi praktek jual- beli kursi, dan harganya pun cukup fantastis bisa mencapai Rp10-15 juta per kursi untuk tingkat SMA Negeri. Ini harus disikapi serius oleh pemerintah, jangan sampai psikologis anak rusak gara- gara sistem zonasi ini,” ujarnya.(Hendra)